-->

Kamis, 09 Juli 2009

Debat Punakawan


JALANAN begitu padat merayap. Setelah meliuk di sana-sini, lolos dari jebakan macet, terhampar pemandangan tumbuhan beton yang berlomba menjulang di kanan-kiri Jalan Sudirman, Ngamarta City.

Wajah Bagong terlihat tegang. Sebagai jurkam Bima Berbudi, dia berpikir keras. Apa lagi yang harus dia ndrasbul-kan di depan khalayak. Di mobil lain, Gareng dari pihak JK alias Jenderal Karna hanya memandang tingginya gedung-gedung dari balik black glasses. Dari arah lain, wakil Srikandi Berwibowo, Petruk, asyik mengelus-elus kuncirnya yang rasanya tambah memanjang saja.

Hampir berurutan, ketiga mobil memasuki lobi. Mereka saling diam dalam lift yang mengantarkan mereka ke lantai tujuh.

Setelah cuap-cuap sedikit kalimat pembuka, ''Wookeey... Dari Bagong dulu nich. Apa sich kelebihan Bima Berbudi?" tanya Narada Komarrudin. Sejenak Bagong terdiam. Selanjutnya, dia menghidupkan laptop yang dihubungkan dengan screen. Muncullah gambaran-gambaran tentang visi dan misi Bima Berbudi. ''Believe it, bro. We sangat menghargai kesucian alam sak isinya. Contreng kami,'' ucap Bagong pada pembukaan.

Alasan Bagong sungguh bisa dinalar. Calon presiden terbagus, tak lain adalah Bima. Bagaimana mungkin Bima bisa merusak alam? Lha wong sepanjang hidupnya habis untuk mencari air Purwita Sari. Dan air Purwita Sari adalah simbol pada penjagaan alam.

''Bagaimana dengan fenomena air...itu,... air lumpur! Apa itu juga kategori air yang dicari?'' ujar Narada Komarrudin penuh selidik.

Bagong terlihat menelan ludah. Diambilnya tissue dan diusapkan di sekitar dahinya. Bagong akhirnya mengambil jawaban netra. Bahwa sampai sekarang, air Purwita Sari sejatinya masih dicari. Bisa jadi pada akhirnya kita sepakat, mungkin air lumpur itu yang dimaksud dengan air Purwita Sari. Audience bertepuk tangan sangat riuh.

''Bagaimana dengan Lu, bro? Srikandi berbudi!'' ujar Narada Komarrudin. Kuncir Petruk langsung memercikkan sinyal. Dia mengatakan, para ibu sekarang sedang punya program menanam bunga, khususnya yang varietas lokal. Ke depan, bunga itu diprediksi bisa dinikmati anak-cucu. Teriakan ibu-ibu langsung memenuhi seluruh ruangan. Dalam kedinginannya, Petruk mencoba tersenyum. Manis, bok.

''Gak usah tanya! Sebagai jago taktik, manajemen zero budget money politics pada pilpres ini langsung kita terapkan,'' terang Gareng. Seluruh ruangan terasa tegang. Masing-masing asyik menggeluti pikirannya.

Bagong langsung komentar. Dari hasil browsing, terdeteksi ada money politics pada salah satu lembaga pemilihan umum. Merasa diserang, Gareng coba membalas. Ia mempertanyakan, berapa korban lagi yang akan jatuh akibat karut-marut manajemen transportasi. Petruk pun diserang Bagong. Sindirannya, menanam bunga tuh sama aja dengan memanen dividen dari badan usaha negara yang telah dijual beberapa tahun yang lalu. Suasana bertambah ramai. Hampir saja Gareng memukulkan sebuah kursi ke arah Bagong.

Semar masuk dan mendinginkan suasana. Semar meminta mereka boleh percaya, tapi jangan berlebih-lebihan. ''Coba kalian tengok, lagi ngapain bendara-bendara kalian," ujar Semar.

Setelah nomor tujuan di-dial tapi yang terdengar hanya tulalit, Bagong cepat mengambil binocular canggihnya. Terlihat Bima sedang indehoy dengan salah satu selingkuhannya, Urang Ayu. Dan karena rasa cinta itu, Bima mengorbankan separo hutan Pringgondani untuk dibalak. Demi menyenangkan Urang Ayu, Bima pun menghadiahi sebuah mobil mewah yang superluks. Glepek, Bagong lemes. ''Kang..looks this..ayo lah, Kang,'' rengek Bagong kepada Gareng. Gareng pun hanya ndlosor membaca berita pengungkapan money politics. Petruk pun ngurung diri di kamar. Maaf jago saya pernah jual banyak badan usaha, tulis Petruk pada kertas yang ter-centel di pintu kamar.

Tak ada yang sempurna. Tapi, pilih orang yang bisa mengerti negeri ini. Yang pernah direbut kemerdekaannya dengan tetes darah dan air mata. (*)

Oleh: Ki Slamet Gundono
jawa pos minggu 28 juni 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar