-->

Rabu, 29 Juli 2009

Meneladani Watak Kesatria Sang Bima


BIMA awalnya terlahir sebagai sosok yang kurang beruntung. Putra kedua Pandudewanata itu terbungkus selaput yang tak bisa terbuka selama bertahun-tahun. Sang jabang bayi Werkudara itu pun akhirnya diputuskan untuk dibuang ke Hutan Mandalasara.
Jin, peri, demit, gundul pringis, dan penunggu Hutan Mandalasara karena terganggu lalu memprotes keberadaan bayi berselaput itu ke Batari Durga.
Rapat kahayangan memutuskan bayi dalam selaput itu diserahkan ke seekor gajah bernama Gajah Sena. Oleh putra Gajah Erwata itu, bungkusan bayi ditabrak, dibanting, dan diinjak-injak hingga pecah.
Saat kali pertama menghirup udara dunia, Bima yang terlahir sebagai sosok bertubuh besar juga harus langsung bertarung dengan Gajah Sena. Sang Gajah kalah dan musnah menyatu dengan tubuhnya.
Meski tak pernah berbahasa Jawa krama, dia selalu menjadi yang terdepan melindungi orang-orang lemah dan membela siapa pun yang dianggap benar.
Dia juga pekerja keras yang tak melik pangkat dan jabatan. Dia tekun membabat Alas Wanamarta untuk dijadikan Kerajaan Amarta. Namun, dia tak berkeinginan menjadi raja. Dia menyerahkan Amarta untuk dipimpin kakaknya, Puntadewa.
Halus Di tubuhnya yang terlihat keras, Bima sesungguhnya berbudi halus dan mikul dhuwur mendhem jero, berbakti kepada kedua orang tuanya.
Ketika mendapat ilmu kehidupan dari Dewa Ruci, dia memilih menyebarkannya kepada siapa saja sebagai amalan kepada orang tuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar